Usaha di dunia nyata dan dunia maya (melalui internet dan website) sebenarnya mempunyai kemiripan, namun ada pula perbedaan mendasar. Katakanlah kita ingin jualan buku. Bila melakukan bisnis buku di dunia nyata, kita harus menyewa ruko, bayar biaya keamanan, listrik dan telepon, keluar tenaga lebih untuk aktivitas dalam ataupun luar toko. Akibatnya secara mendasar membutuhkan investasi besar. Belum lagi potensi resiko yang akan dihadapi sewaktu-waktu jika ruko tersebut terbakar ataupun kemalingan. Maka hilanglah semua modal yang ada dalam ruko.
Berbeda jika kita jual buku tersebut melalui dunia maya. Kita cukup menyediakan website, internet, telepon dan segelas kopi serta makanan ringan untuk berjualan, serta mayoritas aktivitas tanpa harus meninggalkan tempat duduk. Jadi, secara mendasar, modal yang dikeluarkan cukup kecil.
Tapi bagaimana jika data-data tersebut hilang? Setiap server tempat menyimpan data-data jualan biasanya mempunyai offsite/mirror backup. Sehingga cukup meminta untuk restore backup, toko kita online lagi. Cukup simpel kan?
Bila kita bicara potensi pengguna internet, data-data dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dan Internet World Stats cukup mencengangkan. Pengguna internet Indonesia di tahun 2000 cuma 2 juta pengguna (user) saja, sedangkan data terakhir tahun 2008, pengguna internet Indonesia sudah mencapai 25 juta. Peningkatan sebanyak 1.150 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang saat ini sudah mencapai 230 juta (menurut Badan Statistik Indonesia). Sedangkan pengguna internet dunia adalah 1.463.632.361 user. Bilangan yang cukup berpotensi.
Bila kita mengacu kepada pola pendidikan saat ini, institusi pendidikan sudah mengenalkan internet sejak SD dan SMP. Pemerintah sendiri memacu user internet dengan mengakui adanya komunitas Blogger Indonesia, menekan biaya internet kepada para penyelenggara jasa internet untuk menurunkan harga dan kegiatan-kegiatan teknologi informasi lainnya. Jadi, bagaimanakah kondisi user internet Indonesia dan dunia di tahun 2012, 2015 dan seterusnya? Bakal dasyat!
Oleh pengguna, mayoritas internet itu sendiri biasanya digunakan untuk browsing, chatting, email, download, searching, dan ber-social networking. Padahal, internet bisa digunakan untuk kepentingan bisnis, marketing, public relation, branding dan sharing (blogging). Maka, salah satu tujuan dari seminar e-commerce yang dihadiri oleh lebih dari 500 peserta yang terdiri dari mahasiswa/i UNUD, STIKOM, LP3I dan kalangan umum , adalah untuk membuka mata akan potensi internet.
Dekan Fakultas Ekonomi Udayana, Prof. Dr. I Wayan Ramantha SE., MM., Ak., CPA menegaskan bahwa bidang e-commerce ini sangat penting untuk dipelajari oleh mahasiswanya. Diharapkan, e-commerce mampu membuat mahasiswa mempunyai motivasi diri menggunakannya sebagai media untuk menjadi wirausahawan. Mengingat, banyak lulusan Universitas rata-rata menganggur dan sedikit sekali yang telah bekerja untuk perusahaan.
Ramantha juga mengingatkan bahwa pemerintah telah mengucurkan dana Rp 8 juta per mahasiswa untuk merangsang kegiatan berbasiskan wirausaha. Jadi, e-commerce ini adalah sebagian dari motivasi diri agar mampu memunculkan wirausahawan dari kampus.
Setelah memaparkan potensi dan arah e-commerce tersebut, selanjutnya adalah memahami e-commerce itu sendiri. Bagaimana definisi dan implementasinya dalam dunia wirausaha. E-commerce itu sendiri adalah kegiatan perdagangan yang dilakukan secara elektronik, utamanya melalui komputer dan internet serta media elektronik lainnya. Unsur utama penyediaan e-commerce adalah adanya produk untuk dijual, koneksi internet, komputer, website, email, sistem administrasi dan akutansi, bank dan jasa ekspedisi.
Varietas perdagangan yang menggunakan e-commerce tidak melulu produk, menjual jasa juga bisa menggunakan konsep ini. Transaksi bisnis e-commerce mayoritas dilaksanakan langsung melalui internet. Antara penjual dan pembeli tidak harus kontak fisik/tatap muka dalam menyelesaikan transaksi bisnis tersebut. Sehingga e-commerce memudahkan semua pihak dan memiliki segmentasi pasar nan luas, seluruh dunia.
Contoh website yang menggunakan basis e-commerce adalah : www.fastncheap.com, http://toko.baliwae.com, www.balichemist.com, www.wiwahasouvenir.com, dll. Basis implementasi e-commerce bagi wirausahawan itu sendiri adalah sebagai berikut :
- Mempunyai produk untuk dijual.
- Mempunyai moralitas dan motivasi diri : jujur, positif, sabar, komprehensif, rasional, energik, visi dan misi.
- Harus mempunyai infrastruktur internet, komputer dan website (gratis/berbayar).
- Manajemen administrasi dan akutansi : punya metode pembayaran melalui bank, paypal, western union, dll, sistem purchase order, invoicing, receipt dan good accounting.
- Mempunyai strategi Customer Support. Berguna untuk proses transaksi dan layanan after sales.
- Manajemen Quality Control, Packing dan Ekpedisi. Untuk kontrol kualitas produk, pengemasan dan pengiriman kepada pembeli.
- Mempunyai strategi Internet Marketing (IM). Berguna untuk marketing, public relation dan branding.
- Mempunyai jiwa spiritual dan sosial.
Dalam penyediaan website dan metode pembayaran, kegiatan e-commerce bisa dibedakan menjadi dua, yaitu e-commerce sederhana dan e-commerce otomat. Secara sederhana, website untuk kegiatan e-commerce menggunakan sistem statis ataupun shopping cart sederhana yang berguna untuk mengumpulkan daftar order dari pembeli. Selanjutnya proses transaksi melalui email dan menggunakan bank sebagai transaksi finalnya.
Sedangkan e-commerce otomatisasi, semua kegiatan order dan pembayaran dilakukan secara terintegrasi (otomatis) melalui website. Sehingga pemilik website hanya mengatur pengemasan produk dan mengirimkannya kepada pembeli. Proses transaksi dan manajemen keuangan sudah diwakili secara otomatis melalui website. Tetapi, pihak yang bermain dibelakang layar website tersebut cukup kompleks, meliputi pihak perusahaan penyedia pembayaran (payment gateway), Credit Card Interchance, Credit Card Isuer, Merchant Account dan Bank pemilik website. Pada akhirnya, penyediaan konsep e-commerce otomatisasi terbilang cukup mahal.
Diagram e-commerce otomat :
Di sela-sela sesi tanya jawab, seorang mahasiswa memberikan pertanyaan yang berintikan pesimistis terhadap permodalan dalam e-commerce. Meski kita mempunyai website, apakah tidak perlu modal untuk penyediaan produk/bahan baku, minimal sebagai stok? Jika kita tidak mempunyai modal, kita bisa memposisikan diri sebagai broker (pihak tengah) dalam berwirausaha melalui e-commerce. Produk bisa disediakan oleh orang lain/pengrajin/publisher, sedangkan kita yang mempunyai sistem e-commerce bertugas sebagai marketing atau penjual langsung. Maka, dibutuhkan kepiawaian dalam penyediaan bahan baku tanpa harus keluar modal.
Di akhir seminar, saya memberikan gambaran bahwa e-commerce bisa diterapkan oleh siapapun juga. Tidak hanya terbatas pada seseorang yang belajar (fakultas) Ilmu Komputer saja. Asalkan menerapkan basis implementasi e-commerce diatas, maka kita semua bisa memanfaatkan e-commerce sebagai lahan usaha.